PILIH ALLAH ATAU DIA

Diposting oleh Knisa Nurimanita di 22.59 0 komentar


Mendengar judul  di atas, tentunya pasti otak tersetting pilih Allah, namun apakah hati nurani sejalan dengan setting dalam otak kita. Hal itulah yang harus kita tanyakan pada jiwa-jiwa kita masing-masing.

Rasullulah SAW bersabda:
عَنْ عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
(( إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ، وَإِنَّمَا لإِمْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوِ امْرَأَةٌ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ)).
Dari Umar bin al Khaththab, beliau berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya perbuatan-perbuatan itu dengan niat, dan sesungguhnya setiap orang bergantung dengan apa yang ia niatkan. Maka barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya untuk dunia yang ingin ia perolehnya, atau untuk wanita yang ingin ia nikahinya, maka hijrahnya kepada apa yang berhijrah kepadanya.

Ketika muncul niat yang tidak benar, maka apa yang didapatkan pasti tidak benar pula. Hal tersebut berpengaruh pada apapun yang kita lakukan, apalagi menyangkut akan ibadah. Dan perlu kita luruskan niat melakukan segala amal kebaikan hanya untuk Allah Ta’ala semata. Hal yang perlu kita waspadai ketika niat melenceng adalah riya’. Dikutip menurut Imam Al-Ghazali, riya’ adalah mencari kedudukan pada hati manusia dengan memperlihatkan kepada mereka hal-hal kebaikan. Riya’ juga merupakan syirik kecil yang dapat melunturkan amal kebaikan kita. Lantas apakah kita mau melakukan hal yang intinya akan luntur jua?? Naudzubillahimin dzalik.

Adapun hal hal yang dapat kita lakukan untuk menghindari sifat riya’:
1.  Berusaha untuk tidak menikmati pujian-pujian dari orang lain dan menikmati segala ejekan sebagai nasihat intropeksi diri.
2.  Membiasakan diri menyembunyikan amalan
Telah dicontohkan oleh para salafus shaleh mereka berusaha menyembunyikan amalan yang dapat disembunyikan untuk menghindari riya’ dan menjaga hati-hati mereka terhadap amalan yang tidak mungkin dapat disembunyikan.
3.  Berdoa.
Abu Musa Al-‘Asy’ari Radhiyallahu ‘Anhu berkata, pada suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berkhutbah kepada kami: ”Wahai sekalian manusia, takutlah akan syirik ini (riya’) karena ia lebih tersembunyi dari pada rayapan seekor semut”,
lalu salah seorang bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana kita mewaspadainya ?
Beliau menjawab: Berdoalah dengan doa ini:
اَللَّهُمَّ إِنــــَّـا نـَعُوْذُبـِكَ اَنْ نـُشْرِكَ بِكَ شـَـيْئـًا نـَعْلَمُهُ وَ نــَشْتـَغـْفِرُ كَ لمِاَ لاَ نــــَـعْلَمْهُ
“Ya Allah, kami berlindung kepada Engkau dari mempersekutukan sesuatu dengan-Mu apa yang kami ketahui dan kami memohon ampunan dari apa yang kami tidak ketahui.” (HR. Ahmad)

Masih pantaskah kita membandingkan Allah dengan dia? Allah yang memberikan semua kenikmatan yang tak terhingga.. Perhitungan matematika pun tak sanggup menhitungnya. Oleh karena itu sahabat, marilah kembali mensucikan niat kita, lakukan semuanya karena Allah semata.

1434 Hijriyah

Diposting oleh Knisa Nurimanita di 06.42 0 komentar

<![endif]-->

Waktu terus menerus berlalu. Layaknya umur yang terus menerus berkurang bukan bertambah. Tak terasa penghujung tahun terlewati. Menyambut tahun baru tidak hanya dilakukan di awal saja, lebih-lebih seharusnya terus memperbaiki diri dan memotivasi diri untuk tetap dan selalu melakukan hal yang terbaik dan benar.


Lebah Madu Edisi III

Diposting oleh Knisa Nurimanita di 06.16 0 komentar

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Barang siapa di antara kalian melihat suatu kemungkaran hendaklah ia mengubah dengan tangannya; jika tidak mampu, maka dengan lisannya; jika ia masih tidak mampu, maka dengan hatinya dan itu adalah selemah-lemahnya  iman (HR. Muslim)



“ Ber-tadhliyyah untuk Dakwah ?? “
“Why Not ?“



                Banyaknya ujian dalam perjalanan dakwah juga pasti akan dialami oleh setiap pejuang dakwah. Rasulullah bahkan merasakan ujian itu begiu sangat beratnya. Difitnah, dilempari kotoran, diboikot selama tiga tahun lamanya, diusir dari tanah kelahirannya, dimusuhi dan diperangi. Karena memang begitulah kaidahnya, musuh-musuh dakwah tak akan pernah membiarkan dakwah berjalan dengan tenang. Waraqah bin Naufal pernah berkata kepada Muhammad Saw yang saat itu baru saja mendapatkan wahyu yang pertama kali, “siapapun lelaki yang datang membawa seperti apa yang engkau bawa pasti akan dimusuhi oleh mereka.” Dan kaidah ini juga akan berlaku pada para pejuang dakwah sebagai pewaris tugas kenabian.
            Para pejuang dakwah kadangkala merasa kesepian, karena tak banyak manusia yang mau menempuh jalan dakwah ini, disebabkan medannya yang terjal, berkelok-kelok, penuh rintangan dan tidak mudah dilalui.
            Apakah ada orang yang rela menempuh jalan seperti itu dan ada pulakah yang rela mengemban tugas berat sebagai pewaris jalan Nabi. Ketika dunia manusia telah menawarkan sebuah kekayaan yang besar, kefanaan yang melenakan dan kenikmatan kenikmatan yang melimpah ruah serta dapat dicapai dengan cara yang instan. Apakah ada yang mau ?? Dan apakh ada yang berani ?? Jawabannya, iya ada. Mereka adalah kita yaitu para Aktivis Dakwah.

            Kita para aktivis dakwah adalah manusia yang berani dan bertahan dalam medan seperti ini. Kita adalah manusia yang memiliki daya tahan prima, siap berkorban, memiliki keberanian dan obsesi yang tinggi. Kita adalah generasi yang siap terasing dari hingar bingar gegap gempita dunia dan memilih menapaki jalan yang pernah ditempuh oleh manusia-manusia besar yang telah dikenang oleh sejarah. Agama ini memang lahir dari keterasingan dan akan kembali dalam keterasingan, begitu sabda Rasul.
            Walau demikian, yang harus selalu kita ingat adalah segala kesulitan dalam perjalanan dakwah akan selalu berakhir dalam kebahagiaan. Diganjar oleh Allah dengan pahala yang berlipat-lipat. Karena berat timbangan pahala disisi Allah sesuai dengan kadar kesulitan yang dihadapi. Maka kenalilah jalan dakwah ini dengan baik agar semua dinamika dakwah yang dihadapi dapat dipahami sebagai sebuah konsekuensi yang melekat. Dengan begitu langkah kita akan semakin ringan untuk menuntaskan perjalanan dakwah ini.
Orang Lain butuh Tadhliyyah Kita
            Sadarilah, jika kita adalah agen penggerak (kader) dakwah. Jika kita sudah diberi hidayah dan petujuk dari Allah SWT untuk ditempatkan pada jalan dakwah ini yang perlu kita lakukan adalah bertadhliyyah (berkorban) demi dakwah ini dari waktu,  harta, dan jiwa. Karena tidak mungkin ketika kita yang sudah dipilih Allah untuk menyebarkan segala kebaikan-kebaikan dan segala kebenaran-kebenaran menjadi diam dan bersikap pasif.
             Apakah diamnya kita  berharap orang yang tidak mengerti islam diluar sana yang menyampaikan apa yang kita ketahui, apakah  pasifnya kita berharap orang yang tidak pernah belajar tentang islam menyampaikan apa yang kita pelajari, dan apakah diam dan pasifnya kita berharap orang yang setengah hati dalam dakwah menyampaikan apa yang kita ketahui dan pelajari dengan sepenuh hati selama ini. Jika kita dalami lagi pertanyaan diatas maka tak perlu lagi ada alasan kita untuk santai dan bercanda tawa dengan sesama selama masih ada orang yang diluar sana dalam hati kecilnya menjerit dan meminta tolong untuk ditunjukkan jalan yang lurus lagi benar.
            Maka  sungguh tak perlu lagi perkataan capek dan tak perlu juga kata lelah untuk merelakan waktu istirahat kita, waktu libur kita dan waktu santai kita. Karena kita sendiri yang memilih jalan dakwah ini, dan beruntungnya kita adalah orang-orang yang dipilih oleh Allah sebagai pewaris jalan para Nabi.
Tadhliyyah Waktu
            Apakah kita masih ingat dengan kisah perjuangan dakwah Nabi Nuh a.s.? Beliau telah menghabiskan Sembilan ratus tahun lebih masa hidupnya dalam perjuangan dakwah yang tak kenal henti. Bayangkan saja Sembilan Ratus tahun bukanlah waktu yang singkat dan cepat bahkan itu adalah waktu yang sangat panjang dan sangat lama. Beliau menghabiskan waktu dan umurnya hanya untuk menghadapi kaum yang sangat bebal, pembangkang dan ingkar. Setiap hari berinteraksi dan bergaul dengan mereka dan akhirnya hanya mendapatkan 12 orang pengikut.
Tadhliyyah Harta
            Siapa yang tak kenal Abdurrahman bin ‘Auf yang merupakan salah satu dari sepuluh sahabat Nabi SAW yang dijamin masuk surge oleh Allah. Beliau dikenal dengan pengusaha yang ulet dan tekun. Bahkan kekayaan beliau dikatakan melebihi kekayaan seluruh sahabat jika dihimpunkan seluruhnya. Pada suatu hari beliau mendapat kabar dari Aisyah r.a  bahwa Rasulullah SAW berkata jika dirinya akan memasuki surga Allah dengan keadaan merangkak. Seketika Abdurrahman bin ‘Auf berkata bahwa dia ingin memasuki surga Allah dengan keadaan berdiri. Maka langsung secara tanggap Abdurrahman bin ‘Auf pada setiap kesempatan yang ada ketika berperang maupun tidak, menjadi orang yang paling banyak  dan paling cepat dalam menyedekahkan haratnya dijalan Allah. Pada suatu peperangan Abdurrahaman menyedekahkan seluruh hartanya untuk kaum muslim. Hingga Umar bin Khattab berbisik pada Rasulullah, “ Sesungguhnya jika Abdurrahman bin ‘Auf tidak menyisakan apapun bagi keluarganya dia akan berdosa.” lalu Rasulullah SAW bertanya pada Abdurrahman bin ‘Auf ,” Apa yang kau tinggalkan untuk keluargamu wahai sahabatku ??” Abdurrahman bin ’Auf pun menjawab,” Sesungguhnya aku telah meninggalkan sesuatu yang lebih besar dan banyak dari apa yang aku berikan kepada kaum muslim saat ini. Yaitu janji Allah dan Rasul-Nya kepada orang yang memenuhi kebutuhan orang lain ”  Seketika setelah kejadian tersebut harta dari Abdurrahman bin ‘Aur bagaikan air yang mengalir deras, bertambah banyak dan semakin banyak.


Tadhliyyah Jiwa
            Khalid bin Walid adalah salah satu sosok sahabat Rasulullah yang bertadhliyyah dengan jiwa, bagaimana tidak beliau yang sebelumnya dikenal dengan panglima perang kaum musyrik yang paling ditakuti dan membahayakan kaum muslim namun pada saat mendapat kan hidayah dan petunjuk dari Allah beliau dipercaya oleh Rasulullah SAW sebagai panglima perang utama kaum muslim untuk menghadapi kaum musyrik dalam beberapa perang besar.
            Pengorbanannya sangat jelas ketika memimpin perang dan dibuktikan dengan menangnya kaum muslim dalam peperangan penting dan besar. Sehingga pada suatu  waktu beliau pun pernah berkata bahwa ingin sekali mati syahid dalam keadaan berkecamuknya peperang menghadapi kaum musyrik, namun Allah memiliki menghendaki lain. Beliau Allah mati syahidkan bukan dalam keadaan berperang tetapi dengan cara yang lebih tenang yaitu dalam keadaan sakit. Subhannallah..



Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Barang siapa di antara kalian melihat suatu kemungkaran hendaklah ia mengubah dengan tangannya; jika tidak mampu, maka dengan lisannya; jika ia masih tidak mampu, maka dengan hatinya dan itu adalah selemah-lemahnya  iman”       (HR. Muslim)

Lebah Madu Edisi II

Diposting oleh Knisa Nurimanita di 20.54 0 komentar

Tetaplah IstiqomaH Dimanapun Berada!!!


Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Rabb kami ialah Allah”mereka istiqomah pada pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”.” (QS. Fushilat: 30)


        Setiap muslim yang telah berikrar bahwa Allah Rabbnya, Islam agamanya dan Muhammad rasulnya, ia harus senantiasa memahami arti ikrar ini dan mampu merealisasikan nilai-nilainya dalam realitas kehidupannya. Setiap dimensi kehidupannya harus terwarnai dengan nilai-nilai tersebut baik dalam kondisi aman maupun terancam. Namun dalam realitas kehidupan dan fenomena ummat, kita menyadari bahwa tidak setiap orang yang memiliki pemahaman yang baik tentang Islam mampu mengimplementasikan dalam seluruh kisi-kisi kehidupannya. Dan orang yang mampu mengimplementasikannya belum tentu bisa bertahan sesuai yang diharapkan Islam, yaitu komitmen dan istiqamah dalam memegang ajarannya dalam sepanjang perjalanan hidupnya.
      Istiqamah adalah anonim dari thughyan (penyimpangan atau melampaui batas). Ia bisa berarti berdiri tegak di suatu tempat tanpa pernah bergeser, karena akar kata istiqomah dari kata “qaama” yang berarti berdiri. Maka secara etimologi, istiqamah berarti tegak lurus. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, istiqamah diartikan sebagai sikap teguh pendirian dan selalu konsekuen.
Secara terminology, istiqomah bisa diartikan dengan beberapa pengertian berikut ini;
     


- Abu Bakar Shiddiq raditanya tentang istiqamah ia menjawab; bahwa istiqamah adalah kemurnian tauhid (tidak boleh menyekutukan Allah dengan apa dan siapapun)
- Umar bin Khattab r.a. berkata: “Istiqamah adalah komitment terhadap perintah dan larangan dan tidak boleh menipu sebagaimana tipu musang”
- Utsman bin Affan ra berkata: “Istiqamah adalah mengikhlaskan amal kepada Allah swt”
- Ali bin Abu Thalib ra berkata: “Istiqamah adalah melaksanakan kewajiban-kewajiban”
-Bashri berkata: “Istiqamah adalah melakukan ketaatan dan menjauhi kemaksitan”
-Mujahid berkata: “Istiqamah adalah komitmen terhadap syahadat tauhid sampai bertemu dengan Allah swt”
-Taimiah berkata: “Mereka beristiqamah dalam mencintai dan beribadah kepaada-Nya tanpa menengok kiri kanan”
            Jadi muslim yang beristiqamah adalah muslim yang selalu mempertahankan keimanan dan aqidahnya dalam situasi dan kondisi apapun, baik di bulan Ramadhan maupun di bulan lainnya. Ia bak batu karang yang tegar mengahadapi gempuran ombak-ombak yang datang silih berganti. Ia tidak mudah lemah atau mengalami futur dan degredasi dalam perjalanan hidupnya. Ia senantiasa sabar dalam memegang teguh tali keimanan. Dari hari ke hari semakin mempesona dengan nilai-nilai kebenaran dan kebaikan Islam. Ia senantiasa menebar pesona Islam baik dalam ruang kepribadiannya, kehidupan keluarga, kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Itulah cahaya yang selalu menjadi pelita kehidupan. Itulah manusia muslim yang sesungguhnya, selalu istiqomah dalam sepanjang jalan kehidupan.
            Allah berfirman; “Dan apakah orang yang sudah mati (hatinya karena kekufuran) kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan.” (Al-An’am:122)
“Maka tetaplah (istiqamahlah) kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”(Hud:112)
Tips Istiqamah
            Kesucian dan ketakwaan yang ada dalam jiwa harus senantiasa dipertahankan oleh setiap muslim. Hal ini disebabkan kesucian dan ketakwaan ini bisa mengalami pelarutan, atau bahkan hilang sama sekali. Namun, ada beberapa tips yang membuat seorang muslim bisa mempertahankan nilai ketakwaan dalam jiwanya, bahkan mampu meningkatkan kualitasnya. Tips tersebut adalah sebagai berikut;
Muraqabah adalah perasaan seorang hamba akan kontrol illahi dan kedekatan dirinya kepada Allah. Hal ini diimplementasikan dengan mentaati seluruh perintah Allah dan menjauhi seluruh larangan-Nya, serta memiliki rasa malu dan takut, apabila menjalankan hidup tidak sesuai dengan syariat-Nya.
Mu’ahadah yang dimaksud di sini adalah iltizamnya seorang atas nilai-nilai kebenaran Islam. Hal ini dilakukan kerena ia telah berafiliasi dengannya dan berikrar di hadapan Allah SWT.
Muhasabah adalah usaha seorang hamba untuk melakukan perhitungan dan evaluasi atas perbuatannya, baik sebelum maupun sesudah melakukannya.
Mu’aqabah adalah pemberian sanksi oleh seseorang muslim terhadap dirinya sendiri atas keteledoran yang dilakukannya.
Mujahadah adalah optimalisasi dalam beribadah dan mengimplementasikan seluruh nilai-nilai Islam dalam kehidupan.“Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu  dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.Dan ber-  
 
    “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan : “ Tuhan kami ialah
Allah”, kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.”(Al-Ahqaf:13-14)


Didedikasikan untuk segenap Aktivis Da’wah LDKm MD’U dimanapun berada…
jihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenarbenarnya…”(Al-Hajj: 77-78)
            Bersyukurlah saudariku ketika dirimu di takdirkan mendapat tempat yang kondusif (dekat dengan nilai-nilai Islam). Tapi untuk saudaraku yang di takdirkan di lingkungan yang kurang kondusif jadikan itu ladang amal buat kalian. Jadilah seekor ikan yang berada di lautan, walaupun gelombang selalu mengombang ambingmu tapi kamu tetap tegar dan bertahan. Syukuri dan jangan sesali, memang berat rasanya tapi insya Allah semua itu ada hikmahnya. Allah tidak akan menguji suatu kaum diluar kemampuan kaum-Nya..
            Semoga Allah SWT menjadikan kita semua hamba-hamba-Nya yang senantiasa istiqomah, menjadi model-model muslim ideal dan akhirnya kita dijanjikan surga-Nya.
Amin Allahumma Amin...



Lebah Madu Edisi I

Diposting oleh Knisa Nurimanita di 05.37 0 komentar

Salah seorang ulama ditanya: “Mengapa perkataan Salafus Shalih lebih bermanfaat dari perkataan kita?” maka iapun menjawab : “karena mereka berbicara untuk kemuliaan islam, untuk keselamatan jiwa, untuk mencari ridho Allah yang Maha Pemurah sedangkan kita berbicara untuk kemuliaan diri, mencari dunia dan mencari keridhoaan makhluk”. (Sifatu Sofwah Karya Ibnul Jauzi 4/122)


Aktivis Lilin or Aktivis Dakwah??
What do You Choose?...



     Dinamis dalam dakwah, performa sempurna, dan membangun kesan produktif. Dikenal sebagai aktivis dakwah. Tapi benarkah ini proses membangun? Ataukah tabir di balik kelemahan? Yang memberi cahaya tapi menghabiskan potensi dan nilai diri? Membakar habis ruh yang bergerak dalam jasad yang ragu, seperti lilin…?!        “Sebenarnya umat Islam tidak kekurangan kuantitas, tetapi telah kehilangan kualitas. Kita telah kehilangan bentuk dan keteladanan manusia muslim yang kuat imannya, yang membulatkan dirinya untuk dakwah, yang rela berkorban di jalan dakwah dan jihad fii sabilillah, dan yang senantiasa istiqomah sampai akhir hayatnya. Maka marilah kita beriltizam dengan tarbiyah dan janganlah kita ridha menukarnya dengan cara-cara yang lain.” Demikian taujihat yang disampaikan oleh Syaikh Musthafa Masyhur.
     Inilah arahan yang mengajarkan kita tentang tujuan dari sebuah kerisauan. Kepada umat dan kader dakwah ini, risau karena kualitas, dan bukan sekedar pada kuantitas. Risau kepada diri kita, kepada keluarga, dan kepada seluruh manusia yang telah dan akan membangun interaksinya dengan kita. Interaksi spesifik, interaksi ketaatan, interaksi dakwah.                                                         
Gambaran tersebut diwakili oleh Fulan, seorang aktivis dakwah kampus. Perenungan mengantarkannya pada diskusi dalam sebuah majelis yang diikutinya. “Ustadz, ini menjadi masalah besar dalam diri ane. Ane mencermati perilaku dan keluhan aktivis dakwah. Gambarannya begini. Ketika seorang hamba memiliki kuantitas ibadah yang bertambah, maka seharusnya berkorelasi positif dengan


kualitas keimanan hamba tersebut. Dalam perspektif dakwah pun seharusnya berlaku hal yang sama. Seorang aktivis, ketika frekuensi aktivitas dakwahnya makin padat maka seharusnya ia juga memiliki kualitas keimanan yang juga meningkat. Akan tetapi kenyataan di lapangan terlihat agak berbeda. Seringkali aktivitas dakwah yang padat justru menggerus dan menyerap habis kesabaran, tabungan empati, dan kedewasaan seorang da’i. Kami menjadi lebih emosional, kehilangan  nuansa ukhuwah, dan yang parah adalah melihat amanah dakwah sebagai sesuatu beban. Kami merasa terjebak dalam ‘sekedar’ aktivitas formal keorganisasian, sekedar menjadi robot-robot pelaksana proker. Bahwa amalan tersebut tidak berbeda dari amalan mahasiswa lain yang menggelar konser musik kampus dan yang sejenisnya. Parahnya lagi, mereka terlihat lebih ‘hidup’ dengan dinamika aktivitasnya dibandingkan dengan nuansa yang kami miliki dalam mengemban amanah dakwah ini. Bahkan kadang-kadang setan datang dan memberikan was-was. Muncul pertanyaan-pertanyaan,   susah amat sih menjadi selalu baik di hadapan orang. Atau ungkapan bahwa ane merasa memiliki kepribadian ganda, di depan orang lain selalu dituntut baik, tapi sebenarnya lemah ketika sendirian, dan seterusnya. Bagaimana hal tersebut bisa terjadi?”

AKTIVITAS LILIN                                       
Gambaran kondisi aktivis dakwah yang diwakili Fulan adalah gambaran aktivis lilin. Tampil sebagai da’I yang memberikan pencerahan kepada masyarakat kampus, akan tetapi secara sadar membakar habis potensi keimanan yang dimiliki. Penyebabnya adalah pemahaman yang memandang agenda dakwah berbingkai kegiatan organisasi selalu lebih utama dari agenda pembinaan. Perilaku      turunannya adalah tidak jarang aktivis dakwah meminta izin dari jadwal tarbiyah karena ada syura dakwah. Pada saat itulah potensi keimanan sang aktivis tidak ter- up grade. Padahal itulah bekalan yang harus selalu tersedia dalam agenda dakwah, sekecil apapun. Dari pemahaman yang keliru tadi, aktivitas dakwah sang aktivis ‘membakar’ habis potensi dirinya. Mejadi futur adalah konsekuensi logis yang pasti terjadi. Tanpa kita sadari seringkali kita terjebak di dalam konteks tersebut. Semangat yang kita miliki dalam dakwah sangat kondisional. Tidak didukung oleh agenda persiapan yang berkesinambungan. Ketika lingkungan kondusif    untuk dakwah, maka kita akan tampil optimal.akan tetapi ketika lingkungan melemah dan amanah dakwah hanya tersampir               di pundak segelintir ikhwah, maka kita pun melemah. Tidak mustahil akhirnya semangat dakwah kita kian melemah, meleleh, dan akhirnya padam, layaknya sebatang lilin. 


SUBSTANSI DAN KEDUDUKAN TARBIYAH              
Jika tarbiyah tidak penting, tidak mungkin Syaikh Musthafa Masyhur menegaskan, “Marilah kita beriltizam dengan tarbiyah dan janganlah kita ridha menukarnya dengan cara-cara yang lain.” Sebab tarbiyah adalah     wadah dimana kita melengkapi pemahaman dan bekalan dakwah.


Modal yang menjelma menjadi ciri dan karakter kita dalam menegakkan amanah kebaikan dan menyerukan Islam.                  Dimanakah kiranya kita bisa dapatkan tempat yang menempa kita menjadi seorang mujahid? Sosok yang memiliki tingkat pemahaman yang tinggi kepada agamanya, pemahaman yang menyeluruh, lengkap, dan orisinal terhadap Kitabullah dan Sunnaturrasul. Dan ia harus memiliki keikhlasan yang besar untuk menjadi laskar dakwah dan aqidah. Bukan   sekedar laskar organisasi kampus apalagi laskar lainnya yang hanya mengejar keuntungan dan tujuan materi semata. Bukan pula laskar yang semata-mata mengejar kepentingan diri sendiri dan popularitas. Menjadi sosok yang mengutamakan kerja daripada hanya sekedar berbicara. Yang seimbang perkataan dengan       perbuatan. Yang mengenal dengan pasti jalan yang dilaluinya dan mengikhlaskan niatnya karena Allah semata. Sosok yang bertekad untuk dakwah dan membebaskan dirinya dari segala prinsip selain Islam dan dari manusia yang tidak menyetujui dakwah Islam.   Kemudian ia menyiapkan dan menyediakan dirinya untuk berjihad di jalan Allah demi meninggikan Kalamullah dengan mengorbankan segala yang dimilikinya, jiwa, harta, waktu, dan usaha. Sosok yang oleh Allah ditawar tinggi dengan tebusan kemuliaan, “Sesungguhnya Allah telah membeli dari diri orang-orang yang beriman dari diri dan harta mereka dengan memberikan surga kepada mereka.” (QS.At Taubah: 111). Dimanakah kiranya sosok itu dibentuk selain dari sebuah wadah pembinaan yang berkesinambungan. Pembinaan yang terukur dan sarat dengan proses implementasi nilai. Wadah yang      menghimpun komitmen dan keinginan sekaligus membakar kelemahan dan tujuan yang menyimpang. Lingkungan yang memungkinkan kita memaksa diri untuk ikhlas menaati ketetapan Allah, penuh rasa ukhuwah, dan saling taushiyah. Maka marilah kita renungkan, sekuat apakah kita akan bertahan dalam dinamika yang secara paksa merenggut semua peluang keimanan kita. Apalagi kalau kita berpikir masih dapat berpartisipasi melawan     hegemoni kemaksiatan dan kemusyrikan serta budaya hidup yang melenakan. Kecuali dengan pengkondisian yang terstruktur dan terpantau, bersama orang-orang yang memiliki komitmen yang sama, serta saling menguatkan, melengkapi pemahaman dan bekalan yang dibutuhkan, hidup dalam tarbiyah. Maka dengan itulah kita mampu bertahan dalam pertarungan besar ini. Jika tidak, maka kita hanya akan mengulang kisah sedih para aktivis lilin yang tertipu oleh kekuatan dirinya, yang berakhir tidak bersisa kecuali menjadi debu yang tidak bermakna. Na’udzubillahi min dzalika.     


EPILOG                                    
Kembalilah kepada tarbiyah sebagai langkah awal memulai kehidupan dakwah kita. Sebagai lingkungan membangun karakter mujahid diri kita. Karena dakwah ini tidak hanya menuliskan kisah-kisah keberhasilan dan kejayaan, melainkan juga penderitaan dan kesedihan, kisah pengorbanan yang menuntut pembuktian.  Bukankah Allah telah mengingatkan kita,  “Adakah manusia menyangka mereka mereka akan dibiarkan berkata, ’Kami telah beriman.’ Padahal mereka belum diuji dan   sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, supaya Kami mengetahui orang-orang yang benar dan orang-orang yang dusta.” (QS.Al Ankabut: 2-3). Dengan tarbiyah marilah kita berhimpun dalam barisan aktivis dakwah, bukan aktivis lilin. Karena tarbiyah adalah wujud langsung komitmen kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW. Proses pembinaan diri mengarahkan kita untuk taat pada ketetapan Allah dan Rasul-Nya. Hal ini menuntut komitmen dan        memaksa kelemahan kita, yang juga berarti menyiapkan kita untuk dapat bertahan dalam berbagai ujian dan beban yang semakin berat. “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) oleh orang-orang sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan, dan diguncang (dengan berbagai cobaan), sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, ”Kapankah datang pertolongan Allah?” Ingatlah sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat. (QS. Al Baqarah: 214)                             
Masihkah kita bisa merasa tidak merugi ketika mengurangi dan tidak mengoptimalkan kesempatan dalam berbagai agenda tarbiyah kita? Belum tibakah saatnya memaksa kelemahan diri untuk patuh pada semangat kebangkitan yang sering kita cita-citakan?



“Wahai Orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan  sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Itu sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan.”
(QS. Ash Shaff : 2-3)



Didedikasikan untuk segenap Aktivis Da’wah LDKm MD’U dimanapun berada…


New Edition 001/VII/1433 H

Pages

Recent Posts

Labels

Pengikut