Lebah Madu

Diposting oleh Knisa Nurimanita di 22.11

<![endif]-->

Ukhuwah Islamiyah
 Sang Kader Dakwah


 Dan orang-orang yang datang sesudah mereka, mereka berdo’a, “ Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau tanamkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, Sungguh, Engkau Maha Penyantun, Maha Penyayang.”
(QS. Al-Hasyr:10)

            Kita tidak akan bisa menyatakan pada orang lain bahwa kita adalah seorang muslim apabila kita tidak berusaha menampilkan kebiasaan-kebiasaan yang Islami, maka bagaimanakah menumbuhkan kebiasaan-kebiasaan Islami itu..??? Sesungguhnya kebiasaan merupakan gabungan antara kemauan, pelatihan dan pengulangan. Karena itu untuk menumbuhkan kebiasaan-kebiasaan Islami tentu perlu terlebih dahulu kita harus memiliki pengetahuan Islam yang cukup. Dengan modal itu kita akan termotivasi, kemudian setelah itu baru akan terasahlah keterampilan kita. Sehinga kita tidak perlu malu jika kita tampak tampil Islami.
            Maka logislah jika kita harus berparadigma yang Islami, membiasakan hidup Islami. Karena, ketika kita seorang muslim maka ketika itulah tali persaudaraan mengikat kita dengan saudara semuslim lainnya, dan secara otomatis sudah keharusan bagi kita sesama muslim menunjukan identitas Islami yaitu dengan menguatkan Ikatan Ukhuwah Islamiyah diantara kita.
            Potret ukhuwah islamiyah yang telah dilakoni para pendahulu telah menggoreskan kesan mendalam yang teramat indah bagi peradaban manusia. Bagaimana tidak, seseorang rela mati demi saudaranya. Mereka lebih memilih lapar bagi dirinya daripada saudaranya yang lapar. Mereka lebih mendahulukan kepentingan orang lain dari kepentingan diri mereka sendiri meskipun mereka teramat membutuhkannya.  “Dan contoh lain yaitu ketika orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (kaum Anshar) pada saat kedatangan saudaranya dari makkah (kaum Muhajirin) mereka kaum anshar begitu bahagia menyambut dan mencintai saudaranya yang berhijrah,  memberikan perlenkapan dan kebutuhan hidup untuk saudaranya.
Dan itu semuanya tiada menaruh keingan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada (kaum Muhajirin) dan mereka me- ngutamakan orang-orang Muhajirin atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan apa yang mereka berikan itu.
            Dan ada lagi sebuah kisah tentang ukhuwah, “Pagi-pagi Rasulullah SAW tersenyum ketika mendengar informasi bahwa ada seorang sahabat yang telah membuktikan sikap ukhuwahnya pada saudaranya yang lain. Ketika itu di sebuah rumah ada seseorang bertamu ke rumah tersebut, kemudian tuan rumah tersebut menjamu tamunya dengan hidangan yang sudah disediakan sebelumnya untuk keluarga mereka. Menyadari keterbatasan hidangan yg hanya sedikit, dan mengharapkan tamunya berselera menyantap hidangannya, dia mematikan lampu rumah, sehingga makanan yang disajikan tidak tampak pada sang tamu. Hal itu dilakukan untuk menghilangkan rasa sungkan tamunya untuk menyantap makanan tersebut. Lantaran porsi hidangan yang tersedia hanya cukup untuk seorang saja. Untuk menyenangkan hati tamunya, tuan rumah berpura-pura sedang menyantap makanan tersebut bersama-sama dengan lahap. Sikap inilah yang mendapatkan senyuman malaikat dan membuat senang hati Rasulullah SAW. Maka dapatlah terlihat sudah betapa manisnya kehidupan orang-orang yang beriman. Dengan ukhuwah islamiyah yang didasari oleh pondasi keimanan mereka dapat memposisikan diri secara tepat. Mereka dapat merasakan kesusahan dan kebahagiaan saudaranya. Mereka tahu betul apa yang mesti dilakukan untuk orang lain. Mereka merasa bersedih apabila tidak mampu berbuat banyak untuk orang lain.
            Lantas apakah sudah Ikatan Ukhuwah Islamiyah ini ada pada diri  kita sekarang..?? Apakah peran kita sebagai seorang Aktivis Dakwah sudah mencoba menerapkannya kepada saudara seiman kita..?? Jika belum maka perlu lagi bagi kita mengenal lagi sebuah kata sacral dari perjuangan dakwah ini, yaitu “UKHUWAH”. Tidak sekedar belajar untuk tahu tapi juga untuk mengamalkannya terhadap diri sendiri dan orang lain. Jadi dalam pengamalannya sendiri proses yang  Ukhuwah Islamiyah memerlukan proses yang agak panjang, bertahap, berterusan. Setidak-tidaknya ada empat (4) tahap yang mesti dilalui sebelum terciptanya Ukhuwah Islamiyah yang benar-benar kuat dan utuh tersebut.
            Pertama, tahap Ta’aruf (Saling Kenal Mengenal), dalam tahap ini, seorang muslim tidak hanya mengenal begitu sahaja saudaranya; namun ia seharusnya pergi lebih jauh dan mencoba untuk mengenali bagian bagian dari diri saudaranya, seperti penampilan saudaranya, sifat-sifat saudaranya. pemikiran saudaranya dan bahkan jalan pikiran saudaranya itu. Dan pada intinya pengenalan dalam tahap ini mencakupi aspek  fisik, pemikiran dan kejiwaan.
            Kedua, tahap Tafaahum (Saling Memahami), ini merupakan tahap yang penting kerana ia mencakupi berbagai proses penyatuan. Seperti juga dalam tahap pertama, ruang lingkup proses ‘tafaahum’ ini adalah lebih kurang sama. Perbezaannya terletak pada kekuatan pengenalan.
Pada tahap ini, setiap muslim dituntut untuk memahami :
a. Kebiasaan saudaranya.
b. Kesukaan saudaranya.
c. Karakter saudaranya.
d. Ciri khas individu.
e. Cara berfikir saudaranya.
Dengan yang demikian, perasaan-perasaan seperti “tidak enak”, “tidak sesuai” dan sebagainya dapat dihapuskan dalam rangka saling menasihati.
            Ketiga, tahap Ta’awun (Saling Tolong Menolong), dalam proses penyatuan kerja, adalah suatu yang mutlak diperlukan usaha tolong-menolong yang merupakan usaha lanjutan dari tahap ‘tafaahum’ (saling memahami). Saling mengenal semata-mata tanpa diteruskan dengan saling memahami tidak akan mampu membentuk hubungan antara individu yang mampu tolong menolong, saling isi-mengisi dengan kekurangan dan kelebihan yang terdapat pada setiap individu.
            Keempat, tahap Takaaful (Saling Memikul Beban), tahap ini merupakan puncak dari proses Ukhuwah Islamiyyah iaitu terletak pada timbulnya rasa senasib dan sepenanggungan meliputi suka mahupun duka dalam setiap langkah kerja. Apabila tahap takaaful ini terwujud, maka ikatan Ukhuwah Islamiyahpun terbentuk dengan utuh.
            Bonus, Itsar,mementingkan orang lain lebih dari diri sendiri. Urgensi dan keutamaan Itsar dalam QS 9:128 digambarkan sifat-sifat Rasulullah saw. yang mudah berempati pada penderitaan orang lain, senantiasa menginginkan kebaikan bagi orang lain dan santun serta pengasih dan penyayang terhadap sesama mukmin. Kehidupan di dunia yang jauh dari sifat-sifat mulia akan dipenuhi keserakahan dan keegoisan, nafsi-nafsi, lu-lu, gua-gua. Semuanya mementingkan diri dan keluarganya saja termasuk para pemimpinnya yang mengidap penyakit kronis berupa KKN.
Kehidupan yang individualistis (nafsi-nafsi) egoistis (mementingkan diri sendiri) dan apatis (masa bodoh terhadap orang lain) adalah cerminan masyarakat yang tidak menegakkan ukhuwah Islamiyah. Rasulullah mengatakan bukan dari golongan kami orang yang tidur dalam keadaan kenyang sementara tetangganya kelaparan. Begitu pula di hadits lain “Bukan golongan kami orang yang tidak peduli pada urusan orang Islam”
            Jadi sifat itsar sangat penting untuk memerangi sifat-sifat buruk seperti egois, kikir, individualis dsb serta menumbuhsuburkan sifat-sifat mulia seperti peduli, empati, pemurah dll.
            Keutamaan orang yang berbuat itsar di dunia ia akan dicintai oleh orang-orang yang pernah merasakan kebaikannya dan mempererat ukhuwah serta di akhirat nanti akan mendapatkan mimbar terbuat dari cahaya, naungan dan lindungan Allah Taala serta Al-Jannah (surga).

Didedikasikan untuk segenap Aktivis Da’wah LDKm MD’U dimanapun berada…

“Dengan ukhuwah islamiyah yang didasari oleh pondasi keimanan mereka dapat memposisikan diri secara tepat. Mereka dapat merasakan kesusahan dan kebahagiaan saudaranya. Mereka tahu betul apa yang mesti dilakukan untuk orang lain. Mereka merasa bersedih apabila tidak mampu berbuat banyak untuk orang lain.”

0 komentar:

Posting Komentar

Pages

Recent Posts

Labels

Pengikut