Mendengar
judul di atas, tentunya pasti otak
tersetting pilih Allah, namun apakah hati nurani sejalan dengan setting dalam
otak kita. Hal itulah yang harus kita tanyakan pada jiwa-jiwa kita
masing-masing.
Rasullulah SAW bersabda:
عَنْ
عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ:
(( إِنَّمَا الأَعْمَالُ
بِالنِّيَّةِ، وَإِنَّمَا لإِمْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى
اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ
هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوِ امْرَأَةٌ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ
إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ)).
Dari Umar bin al
Khaththab, beliau berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya
perbuatan-perbuatan itu dengan niat, dan sesungguhnya setiap orang bergantung
dengan apa yang ia niatkan. Maka barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan
Rasul-Nya, hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya
untuk dunia yang ingin ia perolehnya, atau untuk wanita yang ingin ia
nikahinya, maka hijrahnya kepada apa yang berhijrah kepadanya.
Ketika muncul niat yang tidak benar, maka apa yang didapatkan pasti tidak benar pula. Hal tersebut berpengaruh pada apapun yang kita lakukan, apalagi menyangkut akan ibadah. Dan perlu kita luruskan niat melakukan segala amal kebaikan hanya untuk Allah Ta’ala semata. Hal yang perlu kita waspadai ketika niat melenceng adalah riya’. Dikutip menurut Imam Al-Ghazali, riya’ adalah mencari kedudukan pada hati manusia dengan memperlihatkan kepada mereka hal-hal kebaikan. Riya’ juga merupakan syirik kecil yang dapat melunturkan amal kebaikan kita. Lantas apakah kita mau melakukan hal yang intinya akan luntur jua?? Naudzubillahimin dzalik.
Adapun hal hal yang dapat kita lakukan untuk menghindari sifat riya’:
1.
Berusaha untuk tidak
menikmati pujian-pujian dari orang lain dan menikmati segala ejekan sebagai
nasihat intropeksi diri.
2.
Membiasakan diri menyembunyikan
amalan
Telah dicontohkan
oleh para salafus shaleh mereka berusaha menyembunyikan amalan yang dapat
disembunyikan untuk menghindari riya’ dan menjaga hati-hati mereka terhadap
amalan yang tidak mungkin dapat disembunyikan.
3.
Berdoa.
Abu Musa Al-‘Asy’ari Radhiyallahu ‘Anhu berkata,
pada suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berkhutbah kepada kami:
”Wahai sekalian manusia, takutlah akan syirik ini (riya’) karena ia lebih
tersembunyi dari pada rayapan seekor semut”,
lalu salah seorang bertanya, “Ya
Rasulullah, bagaimana kita mewaspadainya ?
Beliau menjawab: Berdoalah dengan doa ini:
اَللَّهُمَّ إِنــــَّـا نـَعُوْذُبـِكَ اَنْ نـُشْرِكَ بِكَ
شـَـيْئـًا نـَعْلَمُهُ وَ نــَشْتـَغـْفِرُ كَ لمِاَ لاَ نــــَـعْلَمْهُ
“Ya Allah, kami berlindung kepada Engkau
dari mempersekutukan sesuatu dengan-Mu apa yang kami ketahui dan kami memohon
ampunan dari apa yang kami tidak ketahui.” (HR. Ahmad)
Masih pantaskah
kita membandingkan Allah dengan dia? Allah yang memberikan semua kenikmatan
yang tak terhingga.. Perhitungan matematika pun tak sanggup menhitungnya. Oleh karena
itu sahabat, marilah kembali mensucikan niat kita, lakukan semuanya karena
Allah semata.